Wajibnya Menjaga Kemurnian Ilmu (al-Qur’an dan al-Hadits)

Pedoman umat islam yang telah dijamin kesempurnaannya adalah al-qur’an dan al-hadits. Di dalam al-qur’an dan al-hadits telah dimuat ketentuan-ketentuan, hukum-hukum, dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perintah-larangan, halal-haram, haq-batal, pahala-dosa, janji-ancaman, dll. Maka dengan Al-qur’an dan al-hadits, sudah sempurna sebagai pegangan untuk melaksanakan ibadah kepada Alloh, dan dijamin pasti benarnya, pasti sahnya, pasti diterimanya, pasti surganya.
Untuk mengetahui, memahami, dan meyakini kebenaran al-qur’an dan al-hadits ini sekaligus untuk menjaga kemurniannya, kita dituntut dan diwajibkan untuk mengaji secara benar, meliputi bacaan, makna, dan keterangan. Yaitu dengan cara manqul yang berisnad-muttashil samapi faham.
Manqul artinya berguru, yaitu terjadinya pemindahan ilmu dari guru kepada murid.
Musnad-muttashil artinya bersandar kepada guru (siapapun orangnya) secara sambung bersambung sampai Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam.
Berdasarkan sabda Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam :

تَسْمَعُونَ وَيُسْمَعُ مِنْكُمْ وَيُسْمَعُ مِمَّنْ سَمِعَ مِنْكُمْ

Artinya : “Kalian mendengar lalu didengar dari kamu dan didengar dari yang mendengar dari kamu” (HR. Abu Daud dan Ahmad, keduanya dengan sanad yang shohih)

Dan ucapan Abdulloh bin Mubarok di dalam muqoddimah  hadits Muslim :

« الْإِسْنَادُ مِنْ الدِّينِ وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ »

“Isnad itu termasuk agama, andaikan tidak ada isnad (sandaran guru) niscaya orang berkata sekehendaknya”

Dengan mengaji secara benar ( secara manqul, musnad, dan muttashil) kita secepatnya bisa menguasai ilmu Qur’an Hadits dengan mudah dan benar, pun secepatnya pula bisa mengamalkan.
Semua jamaah yang terdiri dari berbagai macam tingkat pendidikan dan status sosialnya bisa mengaji Qur’an Hadits sampai faham dan bisa mengamalkan dengan benar.
Maka jamaah supaya benar-benar bisa menjaga, mengepolkan, dan mengagungkan ilmu manqul. Sebab dengan menjaga ilmu manqul, al-qur’an dan al-hadits akan senantiasa terjaga kebenaran dan kemurniannya. Ibarat air mengalir dari hulu yang dialirkan melalui pipa, walaupun sampai kemanapun tetap terjaga kebersihannya, tidak tercemar oleh kotoran-kotoran di sekitarnya.
Ingatlah sabda Rasululloh Sholallohu ‘alaihi wasallam :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَاقَ الْمُقْرِئُ الْحَضْرَمِيُّ حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ مِهْرَانَ أَخِي حَزْمٍ الْقُطَعِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عِمْرَانَ عَنْ جُنْدُبٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ

Telah menceritakan kepada kami Abdulloh bin Muhammad bin Yahya telah menceritakan kepadaku Ya’qub bin Ishaq Al Muqri` Al Hadlrami telah menceritakan kepada kami Suhail bin Mihran saudara Hazm Al Qutha’I, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Imran dari Jundub ia berkata, “Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa berbicara tentang Kitabulloh ‘azza wajalla menggunakan pendapatnya, meskipun benar maka ia telah salah.” HR. Abu Dawud
سنن الترمذى – (ج 11 / ص 171)
3204 – حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلاَنَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ السَّرِىِّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الأَعْلَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَالَ فِى الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
Artinya: Dari sahabat Anas bin Malik RA., beliau berkata: “Rosululloh SAW. bersabda”:“Barangsiapa berkata dalam Al Qur’an (mengambil dalil dari Al Qur’an) dengan tanpa ilmu, maka tetapkanlah tempat duduknya bagian dari neraka (niscaya akan masuk neraka)”. HR. Tirmidzi

Tinggalkan komentar