Istimewanya manhaj talaqqi Ahlus Sunnah

🔥Istimewanya manhaj talaqqi Ahlus Sunnah…

✍Ahlus Sunnah memiliki manhaj talaqqi, yaitu manhaj dalam mengambil ilmu. Mereka hanya memilih guru yang lurus dan benar manhajnya.
Karena memilih guru adalah jalan utama meraih keselamatan.
Talaqqi adalah pengambilan ilmu dengan jalan yang benar, melalui metode yang benar dan dari sumber yang benar. Ahlus sunnah mewariskan manhaj talaqqi secara turun temurun. Tidak ada seorangpun ulama Ahlus Sunnah yang memahami Islam dengan cara autodidak, tanpa guru. Mereka pasti mendapatkannya dari guru-guru yang bersambung ilmu dan sanadnya.
Inilah diantara hal yang menjadikan istimewanya manhaj Ahlus sunnah.
Mereka jelas ilmunya, jelas pula masdar pengambilannya, yaitu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shohihah.
Mereka mengambil pemahamannyapun hanya dari ulama yang adil dan tsiqqoh. Tidak sembarangan dan serampangan masdar mereka

Alloh juga telah memerintahkan kaum muslimin secara umum tentang hal itu.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”[Al-Hujurat : 6]

Dengan setiap kabar berita saja kita harus menyaringnya padahal belum tentu berhubungan dengan keselamatan dunia dan akherat kita, apalagi dalam hal ilmu yang jelas sekali menentukan keselamatan agama dan akherat kita.
Maka kehati-hatian harus lebih lagi.

Manhaj talaqi merupakan faktor utama yang menentukan kelurusan aqidah seseorang. Ketika manhaj talaqi yang dia tempuh lurus dan benar, maka aqidahnya pun ikut menjadi benar. Begitu juga sebaliknya ketika manhaj talaqi-nya menyimpang, maka aqidahnya pun akan ikut menyimpang pula. Oleh karena itu, agar tidak tergelincir dari ajaran yang benar, seorang Muslim mesti harus senantiasa memperhatikan kepada siapa dia berguru dan bagaimana cara memahami ajaran Islam dengan benar.

Mengetahui mashdar dan manhaj pengambilan akidah ahlusunnah wal jama’ah atau manhaj talaqqi merupakan hal yang sangat urgen. Kesalahan dalam hal ini akan melahirkan penyimpangan.

Ahlusunnah, mereka memiliki manhaj talaqqi yang jelas. Yang telah diwarisi secara turun temurun dari generasi ke generasi. Sehingga tidak kita temukan adanya perbedaan akidah di antara mereka.

Munculnya kelompok kelompok sesat dalam tubuh umat islam tidak lain disebabkan karena kesalahan dalam pengambilan sumber. Baik memang sumbernya yang salah, atau sumbernya benar namun cara pengambilannya yang salah.

Rasululluh صلى الله عليه وسلم juga mengingatkan kita akan munculnya para dai penyeru kedalam jahannam. Sebagaimana dalam hadist Hudzaidah, beliau bertanya kepada Rasululloh tentang fitnah-fitnah yang akan datang:
فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرِّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَمُوْنَ بِأَلْسِنَتِنَا .
Aku bertanya : “Apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan lagi ?”
Beliau menjawab :”Ya, (akan muncul) para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam. Barangsiapa yang menerima seruan mereka, maka merekapun akan menjerumuskan ke dalam neraka”
Aku bertanya : “Ya Rasulullah, sebutkan cirri-ciri mereka kepada kami ?”
Beliau menjawab : “Mereka dari kulit-kulit/golongan kita, dan berbicara dengan bahasa kita”

Aku bertanya : “Apa yang anda perintahkan kepadaku jika aku temui keadaan seperti ini”
Beliau menjawab : “Pegang erat-erat jama’ah kaum muslimin dan imam mereka”
Aku bertanya : “Bagaimana jika tidak ada imam dan jama’ah kaum muslimin?”
Beliau menjawab :”Tinggalkan semua kelompok-kelompok sempalan itu, walaupun kau menggigit akar pohon hingga ajal mendatangimu”
(HR Bukhari 6/615-616, Muslim 12/235-236)

Dengan hadits ini, menjadikan kita harus ekstra hati-hati dalam mengambil ilmu.
Karena ulama penyesat ummat ini justru berasal dari kaum muslimin sendiri.

Pengetahuan tentang Manhaj talaqqi merupakan salah satu dari kewajiban utama, dan merupakan masalah penting yang harus dipahami terlebih dahulu dari selainnya bagi setiap muslim.
Diantara pokok ‘Aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah lurusnya manhaj talaqqi yaitu ittiba’ kepada apa yang datang dari Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya yang shahih baik secara zhahir maupun bathin, serta berserah diri kepada ajaran Nabi.
Allah berfirman,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka piluhan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhla dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al-Ahzaab : 36)

📌Imam Muhammad bin Sirin رحمه الله , salah seorang imamnya tabi’in memberikan nasehat:
إن السند من الدين.
فانظروا ممن تأخذون دينكم
“Sesungguhnya sanad (periwayatan hadits) ini adalah bagian dari agama. Maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”
Beliau juga berkata: “Dahulu orang-orang tidak bertanya tentang sanad (rangkaian para rawi yang meriwayatkan) hadits, maka tatkala terjadi fitnah mereka mengatakan: ‘Sebutkan kepada kami sanad kalian’, sehingga mereka melihat kepada Ahlussunnah lalu mereka menerima haditsnya dan melihat kepada ahlul bid’ah lalu menolak haditsnya.”
(Atsar ini diriwayatkan Imam Muslim dalam Muqaddimah Shahih-nya)

Dari perkataan ini, Ibnu Sirin menyuruh kita untuk memperhatikan dari mana kita mengambil ILMU AGAMA kita. Maksudnya, jangan sembarangan mengambil ilmu dari sembarang orang. Meskipun orang ini bagus penyampaiannya, kemudian menarik tutur katanya, namun jika aqidahnya rusak, suka menukil dari hadits-hadits dhoif tanpa menjelaskannya, maka kita perlu waspada jika kita mengambil ilmu darinya, Bisa-bisa kita akan mendapat ilmu yang salah dan malah menjerumuskan kita.
Wallaahu a’lam

🍃Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc

✏📚✒.🌾.. ✨

Isnad

الإسناد خصيصة فاضلة لهذه الأمة،
Isnad merupakan  kekhususan, keutamaan bagi umat (islam) ini.
وليست لغيرها من الأمم السابقة،
Dan bukan untuk selainnya (Islam) dari umat-umat terdahulu
وهو سنة بالغة مؤكدة،
Dan (isnad) itu merupakan sunah yang sangat di kuatkan
فعلى المسلم أن يعتمد عليه في نقل الأحاديث والأخبار.
Maka bagi orang Islam wajib bersandar atasnya (isnad) dalam menukil hadits-hadits dan khabar-khabar.
قال ابن المبارك: “الإسناد من الدين، ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء”
Ibn Mubarok mengatakan : ” Isnad itu termasuk agama, seandainya tidak ada isnad niscaya orang akan mengatakan apa yang ia kehendaki.”
وقال الثوري: “الإسناد سلاح المؤمن”
Ats-tsauri mengatakan : ” Isnad adalah pedangnya orang iman.”

Sumber : kitab Taisir Mushtholah Hadits (Mahmud Thohhan) juz 1, hal.224
( الباب الرابع: الإسناد وما يتعلق به)

Hukum mentafsir Qur’an

حكم تفسيره
Hukum mentafsir al-qur’an
[فصل] ويحرم تفسيره بغير علم والكلام في معانيه لمن ليس من أهلها والأحاديث في ذلك كثيرة والاجماع منعقد عليه
Fasal, dan diharamkan mentafsirnya dengan tanpa ilmu, dan (haram) berbicara mengenai makna-maknanya bagi orang yang bukan ahlinya, dan hadits-hadits tentang demikian (keharaman) itu banyak, dan ijma terikat atasnya.
 وأما تفسيره للعلماء فجائز حسن والاجماع منعقد عليه
Dan adapun mentafsirnya, bagi ulama, maka boleh lagi bagus, dan ijma terikat atasnya.
فمن كان أهلا للتفسير جامعا للأدوات حتى التي يعرف بها معناه وغلب على ظنه المراد فسره
إن كان مما يدرك بالاجتهاد كالمعاني والأحكام الجلية والخفية والعموم والخصوص والإعراب وغير ذلك
Maka siapa saja yang dia ahli untuk mentafsir dengan menguasai (ilmu) penunjangnya, sehingga yang dengannya diketahui maknanya dan mengalahkan prasangkanya pada (makna) yang dimaksudnya, maka ia (boleh) mentafsirnya, jika tafsir itu dari yang dapat dijumpai dengan ijtihad, seperti : makna-makna, hukum-hukum yang jelas, samar, umum, dan khusus, i’rob, dan selain itu,
وإن كان مما لا يدرك بالاجتهاد كالأمور التي طريقها النقل وتفسير الألفاظ اللغوية فلا يجوز الكلام فيه إلا بنقل صحيح من جهة المعتمدين من أهله
dan jika dari yang tidak dijumpai dengan ijtihad, seperti perkara-perkara yang jalannya dengan manqul (naqli), dan tafsir lafafz-lafadz secara bahasa maka tidak boleh berbicara didalamnya kecuali dengan manqul (naqli) yang sah dari arah orang-orang yang berpegang/bersandar dari ahlinya.
وأما من كان ليس من أهله لكونه غير جامع لأدواته فحرام عليه التفسير لكن له أن ينقل التفسير عن المعتمدين من أهله
Dan adapun orang yang tidak termasuk ahlinya, karena keadaannya yang tidak menguasai (ilmu-ilmu) penunjangnya, maka haram baginya mentafsir, akan tetapi in untuk dia adalah manqul (menukil/belajar) tafsir dari orang-orang yang berpegang (belajar) dari ahlinya.
 ثم المفسرون برأيهم من غير دليل صحيح أقسام
Kemudian, orang-orang yang mentafsir dengan ro’yi mereka dengan tanpa dalil sahih, terbagi beberapa bagian :
* ١ – منهم من يحتج بآية على تصحيح مذهبه وتقوية خاطره مع أنه لا يغلب على ظنه أن ذلك هو المراد بالآية وإنما يقصد الظهور على خصمه
1- dari mereka, orang yang berhujjah dengan ayat diatas kesahihan madzhabnya dan kuatnya kehati-hatiannya, disertai ia tidak mengalahkan prasangkanya bahwa itu lah yang dimaksud dengan ayatnya, dan sesungguhnya ia bermaksud menampakkan perdebatannya
* ٢ – ومنهم من يقصد الدعاء إلى خير ويحتج بآية من غير أن تظهر له دلالة لما قاله
2- dan dari mereka, orang yang bermaksud mengajak pada kebaikan dan berhujjah dengan ayat yang ia tidak tahu dalil terhadap apa yang ia katakan.
* ٣ – ومنهم من يفسر ألفاظه العربية من غير وقوف على معانيها عند أهلها وهي مما لا يؤخذ إلا بالسماع من أهل العربية وأهل التفسير كبيان معنى اللفظ واعرابها وما فيها من الحذف والاختصار والاضمار والحقيقة والمجاز والعموم والخصوص والتقديم والتأخير والاجمال والبيان وغير ذلك مما هو خلاف الظاهر
3- dan dari mereka, orang yang mentafsir lafadz-lafadznya yang berbahasa arab dengan tidak sesuai dengan makna-maknanya disisi ahlinya, dan itu termasuk yang tidak dapat diambil (dipelajari) kecuali dengan mendengarkan dari bangsa arab dan ahli tafsir, seperti penjelasan makna lafadz, i’robnya, dan yang ada didalamnya berupa : menghapus (الحذف), meringkas, kata ganti, denotasi, majaz, umum, khusus, mendahukukan, mengakhirkan, secara umum, penjelasan, dan selain itu yang berbeda dengan yang tampak.
ولا يكفي مع ذلك معرفة العربية وحدها بل لا بد معها من معرفة ما قاله أهل التفسير فيها فقد يكونون مجتمعين على ترك الظاهر أو على إرادة
الخصوص أو الاضمار وغير ذلك مما هو خلاف الظاهر وكما إذا كان اللفظ مشتركا في معان فعلم في موضع أن المراد أحد المعاني ثم فسر كل ما جاء به فهذا كله تفسير بالرأي وهو حرام والله أعلم
Dan tidak cukup beserta yang demikian itu, hanya dengan mengerti bahasa arab saja, bahkan seharusnya disertai pula dengan memahami yang dikatakan ulama tafsir mengenainya, karena mereka (ahli tafsir) bersepakat meninggalkan yang tampak, menghendaki yang khusus, yang tersembunyi, dan selain itu dari yang berbeda dengan yang tampak, dan sebagaimana ketika ada lafad yang berisytirok dalam beberapa makna sehingga diketahui pada satu tempat bahwa yang dimaksud adalah salah satunya dua makna, lalu ia menjelaskan setiap maknanya tersebut, maka kesemuanya ini adalah tafsir dengan ro’yi, dan itu harom. Alloh ‘alam

Dasar Wajibnya Mempelajari al-Qur’an (Dasar dari Fatwa Ulama)

Disamping al-qur’an dan al-hadits yang menjadi dasar wajibnya mempelajari al-qur’an, para ulama’ pun memberikan pendapatnya mengenai pentingnya pengajaran al-qur’an.

1)   Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun dalam mukadimahnya menjelaskan bahwa pembelajaran Al-Qur’an merupakan pondasi utama bagi pengajaran seluruh kurikulum, sebab Al-Qur’an merupakan salah satu syiar agama yang menguatkan aqidah dan mengokokohkan keimanan. اعْلَمْ أَنَّ تَعْلِيمَ الْوِلْدَانِ لِلْقُرْآنِ شِعَارٌ مِنْ شَعَائِرِ الدِّينِ، أَخَذَ بِهِ أَهْلُ الْمِلَّةِ وَدَرَجُوْا عَلَيْهِ فِي جَمِيْعِ أَمْصَارِهِمْ، لِمَا يَسْبِقُ فِيْهِ إِلَى الْقُلُوبِ مِنْ رُسُوْخِ الإِيْمَانِ وَعَقَائِدِهِ مِنْ آيَاتِ الْقُرْآنِ وَبَعْضِ مُتُوْنِ الأَحَادِيْثِ[1] Artinya : Ketahuilah sesungguhnya mengajari anak-anak kecil al-qur’an adalah syi’ar, termasuk syi’ar-syi’ar agama, ahli Agama mengambil (mempelajari) al-qur’an dan (kemudian) mereka mengajarkannya di kesemua negara mereka karena al-qur’an mendahulukan pada hati dari tetapnya iman dan pemahaman-pemahamannya dari ayat-ayat al-qur’an dan sebagian matan-matan hadits.

2)   Ibnu Sina

Ibnu Sina dalam al-siyasah menasehatkan agar dalam mengajar anak dimulai dengan pembelajaran Al-Qur’an.

3)       Jalâluddîn as-Suyûthî

Dalam kitabnya, Imam as-Suyûthî mengatakan bahwa menghafal al-qur`an hukumya fardhu ‘ain, yaitu agar kemutawatirannya tidak terputus, sehingga tidak ada jalan untuk mengganti dan mentahrif al-qur`an. Sedangkan mengajarkannya adalah fardhu kifayah, dan itu lebih utamanya taqorrub.[2]

4)       Imam al-Ghozâli

Diwasiatkan oleh Al-Ghozali, yaitu supaya anak-anak diajarkan Al-Qur’an, sejarah kehidupan orang-orang besar (terdahulu ) kemudian beberapa hukum agama dan sajak yang tidak menyebut soal cinta dan pelakunya. Dari pendapat para ulama tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Al-Qur’an merupakan prioritas utama dan wajib untuk dipelajari dan diajarkan kembali.   [1] Ibn Khaldûn, Muqoddimah Ibn Kholdûn, (http://www.alwarraq.com) [2]As-Suyûthî, Jalâluddîn, Al-Itqôn fî ‘Ulûm al-Qur`an, (http://www.alwarraq.com)

Keterkaitan Pemuda dan Ilmu Dalam Perjuangan Agama

Kualitas pemuda adalah gambaran kualitas manusia di masa yang akan datang, karena pemuda adalah generasi penerus perjuangan agama. Dengan potensi-potensi yang dimilikinya, baik ilmu, kecerdasan, kecakapan, kesempatan, dan kekuatan, sungguh ini merupakan modal dasar yang amat tinggi nilainya untuk perjuangan agama yang haq ini.
Maka pemuda dengan potensi yang dimilikinya sangat menentukan keberhasilan untuk mewujudkan cita-cita yang luhur melalui pembinaan al-qur’an dan al-hadits ila yaumil qiyamah.
Karena keterkaitan pemuda dan ilmu dalam perjuangan agama inilah, maka diriwayatkan sahabat Salman al-Farisiy menuturkan dalam Muqoddimah kitab Ad-Darimiy :
•    عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ قَالَ سَلْمَانُ : لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا بَقِىَ الأَوَّلُ حَتَّى يَتَعَلَّمَ الآخِرُ، فَإِذَا هَلَكَ الأَوَّلُ قَبْلَ أَنْ يَتَعَلَّمَ الآخِرُ هَلَكَ النَّاسُ * رواه الدارمي فى المقدمة

Artinya : Manusia senantiasa dalam kebaikan selama orang yang awal (generasi tua) masih hidup, dan orang yang akhir (generasi muda) mau belajar ilmu darinya. Ketika generasi tua telah mati sebelum generasi mudanya belajar ilmu darinya, maka rusaklah manusia.

wajibnya mencari ilmu (Dasar yang bersumber dari Hadits)

Untuk memperkuat keyakinan dan pemahaman mengenai wajibnya mencari ilmu maka dibawah ini akan dipaparkan beberapa hadits Nabi.
1) Kitab Hadits Shahih Bukhari
قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم : مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ ، وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ .
Artinya : Nabi SAW Bersabda : Siapa saja yang Allah menghendakinya pada kebaikannya maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama, dan sesungguhnya ilmu itu dengan belajar. (HR.Bukhari)
يَا أَيّهَا النَّاس تَعَلَّمُوا ، إِنَّمَا الْعِلْم بِالتَّعَلُّمِ ، وَالْفِقْه بِالتَّفَقُّهِ ، وَمَنْ يُرِدْ اللَّه بِهِ خَيْرًا يُفَقِّههُ فِي الدِّين
Artinya : Wahai Manusia, Kalian belajarlah, sesungguhnya ilmu itu dengan belajar, dan kefahaman itu dengan mencari kefahaman, dan Siapa saja yang Allah menghendakinya pada kebaikannya maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama. (HR.Bukhari)
Ibnu Hajar Al-Asqolani menjelaskan makna hadits diatas adalah :
لَيْسَ الْعِلْم الْمُعْتَبَر إِلَّا الْمَأْخُوذ مِنْ الْأَنْبِيَاء وَوَرَثَتهمْ عَلَى سَبِيل التَّعَلُّم
Artinya : Tidak ada ilmu muktabar melainkan diambil dari para Nabi, dan mewarisi mereka (para nabi) atas jalan ta’allum (belajar).
2) Kitab Hadits Sunan Abi Dawud
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « تَسْمَعُونَ وَيُسْمَعُ مِنْكُمْ وَيُسْمَعُ مِمَّنْ سَمِعَ مِنْكُمْ
Artinya : Rasulullah SAW bersabda : “(supaya) kalian mendengar (dariKu ‘Nabi’) dan (supaya) didengarkan dari kalian dan (supaya) didengarkan dari orang yang mendengar dari kalian.”
Dalam syarah hadits Abi Dawud (عون المعبود) dijelaskan bahwa kalimat “تَسْمَعُونَ وَيُسْمَعُ مِنْكُمْ” adalah kalimat berita dengan pengertian perintah, yaitu kalian supaya mendengarkan hadits dariKu (Nabi) dan supaya kalian menyampaikannya. Dengan demikian maka walaupun hadits diatas merupakan kalimat berita tetapi maksud dan pengertian hadits tersebut adalah perintah untuk mempelajari ilmu (hadits) dari Nabi SAW yang selanjutnya diajarkan kembali kepada orang lain yang belum mendengar atau mempelajarinya, begitu seterusnya sehingga ilmu atau hadits Nabi akan tersebar dan tersiar ke seluruh penjuru dunia.
Dari beberapa hadis tersebut diatas, jelaslah bahwa agama Islam mendorong umatnya agar menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis Al-Qur’an dan diteruskan dengan berbagai ilnu pengetahuan.
Islam disamping menekankan umatnya untuk belajar, juga menyuruh umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Jadi Islam mewajibkan umatnya belajar dan mengajar.
Sehingga tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak mempelajari Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an adalah kalamullah yang berlaku sepanjang masa sebagai salah satu pendidikan yang utama yang harus diberikan pada seluruh umat manusia.

Wajibnya mencari ilmu al-Qur’an dan al-Hadits

Berdasarkan firman  Alloh :

 

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

 

“Maka ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah.” (Muhammad: 19)

 

Dan sabda Rasululloh صلّى الله عليه وسلّم :

 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: Rosululloh SAW. bersabda: “Mencari ilmu adalah suatu keharusan bagi setiap muslim”.

 

Dalam ayat tersebut Alloh memerintahkan agar kita mau mengerti, mempelajari, sehingga memahami bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Alloh.

 

Lafadz (فَاعْلَمْ) dalam ayat tersebut mengandung pengertian “ketahuilah, pelajarilah,” sehingga dapat diambil kesimpulan yang mendasar dengan hati yang sadar untuk bisa mengenal dan mengakui dengan yakin bahwa sebenarnya tiada tuhan selain Alloh yang menciptakan dan menguasai langit dan bumi seisinya, kemudian mengenal dan memahami tuntunan ibadahnya dengan mengikuti petunjuk-Nya, bukan dengan cara mengikuti reka-reka fikirannya sendiri.

Dalam hadits di atas ditegaskan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki mauoun perempuan, orang tua maupun muda, yang kaya maupun miskin, yang lajang maupun menikah, semuanya diwajibkan menuntut ilmu. Wajib dalam artian apabila dikerjakan mendapat pahala (surga) dan jika ditinggalkan/tidak dikerjakan, maka diancam dosa (neraka).

Adapun ilmu yang wajib dikaji dan dipelajari adalah al-qur’an, al-hadits, dan ilmu warits. Berdasarkan hadits :

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ السَّرْحِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِيْ عَبْدُ الرَّحْمٰنِ بْنُ زِيَادٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ رَافِعٍ التَّنُوْخِيِّ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ؑ قَالَ الْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ وَمَا سِوَى ذٰلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ آيَةٌ مُحْكَمَةٌ أوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِيْضَةٌ عَادِلَةٌ. رواه أبو داود في كتاب الفرائض

 

Artinya: Nabi SAW Bersabda “Ilmu yang WAJIB dicari ada 3, [1] Ayat yang Menghukumi (Al-Qur’an), [2] Sunnah yang Tegak (Al-Hadist), [3] Ilmu Faraidh yang ‘Adil (Termaktub pada Al-Quran & Al-Hadist). HR Abu Dawud fi Kitabil Faraidh

 

Dan ancaman Alloh terhadap orang yang tidak mau mencari ilmu adalah sebagaimana riwayat berikut :

 

الْعِلْمِ فِى الدُّنْيَا فَلَمْ يَطْلُبْهُ وَرَجُلٌ عَلَّمَ عِلْمًا فَانْتَفَعَ بِهِ مَنْ سَمِعَهُ مِنْهُ دُوْنَهُ

 رواه ابن عساكر

“Paling menyesalnya manusia di hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mempunyai kesempatan untuk mencari ilmu (Quran Hadits) di dunia tetapi dia tidak mencarinya. Serta seorang laki-laki yang mengajarkan ilmu (Quran Hadits), maka orang yang diajarkannya dapat mengambil manfaat (dapat mengamalkannya), selain dia (dia malah tidak dapat mengambil manfaat dari ilmu yang ia ajarkan)” (HR Ibnu Asakir).