Isnad

الإسناد خصيصة فاضلة لهذه الأمة،
Isnad merupakan  kekhususan, keutamaan bagi umat (islam) ini.
وليست لغيرها من الأمم السابقة،
Dan bukan untuk selainnya (Islam) dari umat-umat terdahulu
وهو سنة بالغة مؤكدة،
Dan (isnad) itu merupakan sunah yang sangat di kuatkan
فعلى المسلم أن يعتمد عليه في نقل الأحاديث والأخبار.
Maka bagi orang Islam wajib bersandar atasnya (isnad) dalam menukil hadits-hadits dan khabar-khabar.
قال ابن المبارك: “الإسناد من الدين، ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء”
Ibn Mubarok mengatakan : ” Isnad itu termasuk agama, seandainya tidak ada isnad niscaya orang akan mengatakan apa yang ia kehendaki.”
وقال الثوري: “الإسناد سلاح المؤمن”
Ats-tsauri mengatakan : ” Isnad adalah pedangnya orang iman.”

Sumber : kitab Taisir Mushtholah Hadits (Mahmud Thohhan) juz 1, hal.224
( الباب الرابع: الإسناد وما يتعلق به)

Hukum mentafsir Qur’an

حكم تفسيره
Hukum mentafsir al-qur’an
[فصل] ويحرم تفسيره بغير علم والكلام في معانيه لمن ليس من أهلها والأحاديث في ذلك كثيرة والاجماع منعقد عليه
Fasal, dan diharamkan mentafsirnya dengan tanpa ilmu, dan (haram) berbicara mengenai makna-maknanya bagi orang yang bukan ahlinya, dan hadits-hadits tentang demikian (keharaman) itu banyak, dan ijma terikat atasnya.
 وأما تفسيره للعلماء فجائز حسن والاجماع منعقد عليه
Dan adapun mentafsirnya, bagi ulama, maka boleh lagi bagus, dan ijma terikat atasnya.
فمن كان أهلا للتفسير جامعا للأدوات حتى التي يعرف بها معناه وغلب على ظنه المراد فسره
إن كان مما يدرك بالاجتهاد كالمعاني والأحكام الجلية والخفية والعموم والخصوص والإعراب وغير ذلك
Maka siapa saja yang dia ahli untuk mentafsir dengan menguasai (ilmu) penunjangnya, sehingga yang dengannya diketahui maknanya dan mengalahkan prasangkanya pada (makna) yang dimaksudnya, maka ia (boleh) mentafsirnya, jika tafsir itu dari yang dapat dijumpai dengan ijtihad, seperti : makna-makna, hukum-hukum yang jelas, samar, umum, dan khusus, i’rob, dan selain itu,
وإن كان مما لا يدرك بالاجتهاد كالأمور التي طريقها النقل وتفسير الألفاظ اللغوية فلا يجوز الكلام فيه إلا بنقل صحيح من جهة المعتمدين من أهله
dan jika dari yang tidak dijumpai dengan ijtihad, seperti perkara-perkara yang jalannya dengan manqul (naqli), dan tafsir lafafz-lafadz secara bahasa maka tidak boleh berbicara didalamnya kecuali dengan manqul (naqli) yang sah dari arah orang-orang yang berpegang/bersandar dari ahlinya.
وأما من كان ليس من أهله لكونه غير جامع لأدواته فحرام عليه التفسير لكن له أن ينقل التفسير عن المعتمدين من أهله
Dan adapun orang yang tidak termasuk ahlinya, karena keadaannya yang tidak menguasai (ilmu-ilmu) penunjangnya, maka haram baginya mentafsir, akan tetapi in untuk dia adalah manqul (menukil/belajar) tafsir dari orang-orang yang berpegang (belajar) dari ahlinya.
 ثم المفسرون برأيهم من غير دليل صحيح أقسام
Kemudian, orang-orang yang mentafsir dengan ro’yi mereka dengan tanpa dalil sahih, terbagi beberapa bagian :
* ١ – منهم من يحتج بآية على تصحيح مذهبه وتقوية خاطره مع أنه لا يغلب على ظنه أن ذلك هو المراد بالآية وإنما يقصد الظهور على خصمه
1- dari mereka, orang yang berhujjah dengan ayat diatas kesahihan madzhabnya dan kuatnya kehati-hatiannya, disertai ia tidak mengalahkan prasangkanya bahwa itu lah yang dimaksud dengan ayatnya, dan sesungguhnya ia bermaksud menampakkan perdebatannya
* ٢ – ومنهم من يقصد الدعاء إلى خير ويحتج بآية من غير أن تظهر له دلالة لما قاله
2- dan dari mereka, orang yang bermaksud mengajak pada kebaikan dan berhujjah dengan ayat yang ia tidak tahu dalil terhadap apa yang ia katakan.
* ٣ – ومنهم من يفسر ألفاظه العربية من غير وقوف على معانيها عند أهلها وهي مما لا يؤخذ إلا بالسماع من أهل العربية وأهل التفسير كبيان معنى اللفظ واعرابها وما فيها من الحذف والاختصار والاضمار والحقيقة والمجاز والعموم والخصوص والتقديم والتأخير والاجمال والبيان وغير ذلك مما هو خلاف الظاهر
3- dan dari mereka, orang yang mentafsir lafadz-lafadznya yang berbahasa arab dengan tidak sesuai dengan makna-maknanya disisi ahlinya, dan itu termasuk yang tidak dapat diambil (dipelajari) kecuali dengan mendengarkan dari bangsa arab dan ahli tafsir, seperti penjelasan makna lafadz, i’robnya, dan yang ada didalamnya berupa : menghapus (الحذف), meringkas, kata ganti, denotasi, majaz, umum, khusus, mendahukukan, mengakhirkan, secara umum, penjelasan, dan selain itu yang berbeda dengan yang tampak.
ولا يكفي مع ذلك معرفة العربية وحدها بل لا بد معها من معرفة ما قاله أهل التفسير فيها فقد يكونون مجتمعين على ترك الظاهر أو على إرادة
الخصوص أو الاضمار وغير ذلك مما هو خلاف الظاهر وكما إذا كان اللفظ مشتركا في معان فعلم في موضع أن المراد أحد المعاني ثم فسر كل ما جاء به فهذا كله تفسير بالرأي وهو حرام والله أعلم
Dan tidak cukup beserta yang demikian itu, hanya dengan mengerti bahasa arab saja, bahkan seharusnya disertai pula dengan memahami yang dikatakan ulama tafsir mengenainya, karena mereka (ahli tafsir) bersepakat meninggalkan yang tampak, menghendaki yang khusus, yang tersembunyi, dan selain itu dari yang berbeda dengan yang tampak, dan sebagaimana ketika ada lafad yang berisytirok dalam beberapa makna sehingga diketahui pada satu tempat bahwa yang dimaksud adalah salah satunya dua makna, lalu ia menjelaskan setiap maknanya tersebut, maka kesemuanya ini adalah tafsir dengan ro’yi, dan itu harom. Alloh ‘alam

Hasilnya mengaji

Hasilnya mengaji adalah sbb :

1- Mengesahkan amal ibadah, sebaliknya jika beramal tanpa mengaji berarti taqlid, melanggar larangan Alloh dan amal ibadah tidak sah
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَــئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا سورة الإسراء آية 36
Dan janganlah kamu mengerjakan sesuatu (amalan) yang tidak ada ilmunya bagimu, sesungguhnya pendengaran, pandangan, dan hati, kesemuanya itu ditanyakan darinya.

2- Amal ibadahnya pasti benar dan diterima Alloh, sebab Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah pedoman ibadah yang dijamin kebenarannya
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ .رواه مالك في الموطأ
Sesungguhnya Rosululloh saw bersabda : telah aku tinggalkan dikalangan kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh dengan keduanya, yaitu : kitab Alloh (al-qur’an) dan sunan Nabinya (al-hadits

3- amal ibadah yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak diterima oleh Alloh
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ .رواه البخارى
Barang siapa beramal dengan suatu amalan yang tidak ada padanya perkaraku (Nabi) maka itu tertolak

4- Menambah pengetahuan, pengertian, kefahaman dan menghilangkan kebodohan
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُمِ وَالْفِقْهُ بِالتَّفَقُهِ وَمَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَإِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ .رواه الطبرانى
Wahai manusia, sesungguhnya ilmu (didapat) dengan belajar, dan faqih [kefahaman] (didapat) dengan mencari kefahaman, dan barang siapa yang Alloh menghendakinya baik maka Alloh menjadikannya faham dalam agama, dan sesungguhnya yang takut pada Alloh dari para hambaNya adalah Ulama
5- Menambah keimanan
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ .سورة الأنفال آية 2
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, maka gemetarlah hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuatlah) Imannya dan hanya kepada Tuhan merekalah, mereka bertawakkal.
6- Mendapat pahala yang besar, memudahkan jalan kesurga dan meningkatkan derajat di surga
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ .سورة المجادلة آية 11
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmupengetahuan beberapa derajat

حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ .رواه احمد
Rosululloh saw bersabda : Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ عَنْ أَيُّوبَ بْنِ مُوسَى قَال سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ كَعْبٍ الْقُرَظِيَّ قَال سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ .رواه الترمذى
Rosululloh saw bersabda : Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dengan huruf itu, dan satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh. Aku tidaklah mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, Laam satu huruf dan Mim satu huruf.

حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ مَيْسَرَةَ عَنِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اسْتَمَعَ إِلَى آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى كُتِبَ لَهُ حَسَنَةٌ مُضَاعَفَةٌ وَمَنْ تَلَاهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ .رواه أحمد
Rosululloh SAW bersabda : “Barang siapa mendengarkan ayat Al Qur’an maka baginya kebaikan yang berlipat, dan barang siapa membaca satu ayat dari Al Qur’an maka baginya cahaya pada hari qiamat.

Kesalahan dalam hadits dan sebab-sebabnya

اللحن في الحديث، وسببه
Kesalahan dalam hadits dan sebab-sebabnya

اللحن في الحديث، أي الخطأ في قراءته،
Kesalahan (al-lahn) dalam hadits, yaitu salah dalam membacanya.
وأبرز أسباب اللحن:
Dan yang paling jelas menjadi sebab-sebabnya kesalahan itu :
أ- عدم تعلم النحو واللغة: فعلى طالب الحديث أن يتعلم من النحو واللغة ما يسلم به من اللحن والتصحيف، فقد روى الخطيب عن حماد بن سلمة قال: مثل الذي يطلب الحديث، ولا يعرف النحو، مثل الحمار، عليه مخلاة لا شعير فيها١.
a. Tidak pernah belajar nahwu dan shorof, maka wajib bagi pelajar hadits untuk mempelajari ilmu nahwu dan bahasa (arab) yang ia akan selamat dengannya dari kesalahan dan perubahan, sungguh al-Khothib telah meriwayatkan dari Hammad ibn salamah, ia berkata : perumpamaan orang yang belajar hadits dan ia tidak mengerti nahwu sebagaimana himar yang membawa wadah makanan yang tidak ada gandum didalamnya.
ب- الأخذ من الكتب والصحف، وعدم التلقي عن الشيوخ: مر بنا أن لتلقي الحديث وتحمله عن الشيوخ طرقًا بعضها أقوى من بعض، وأن أقوى تلك الطرق السماع من لفظ الشيخ، أو القراءة عليه، فعلى المشتغل بالحديث أن يتلقى حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم من أفواه أهل المعرفة والتحقيق، حتى يسلم من التصحيف والخطأ، ولا يليق بطالب الحديث أن يعمد إلى الكتب والصحف، فيأخذ منها، ويروي عنها، ويجعلها شيوخه، فإنه بذلك تكثر أخطاؤه وتصحيفاته، لذا قال العلماء قديما: “لا تأخذ القرآن من مصحفيٍّ، ولا الحديث من صحفيٍّ”٢.١ تدريب الراوي ج٢، ص١٠٦.
b. Pengambilan (hadits) dari kitab-kitab dan lembaran-lembaran, dan tidak adanya talaqqi (belajar) dari para syaikh (guru).
Sebagaimana telah kita pelajari, bahwa untuk mentalaqqi hadits dan membawanya dari para syaikh ada beberapa jalan, sebagiannya (jalan) lebih kuat dari sebagian lainnya, dan sungguh lebih kuatnya jalan-jalan itu adalah dengan mendengar dari lafadz (yang diucapkan) syaikh, atau membacakan atas syaikh (murid yang membaca kitab/hadits, syaikh yang mendengarkan), maka wajib bagi orang yang sibuk dengan hadits untuk mentalaqqi hadits Rosululloh saw dari mulutnya ahli ma’rifah dan tahkik sehingga ia selamat dari penyimpangan dan kesalahan, dan tidak baik bagi pelajar hadits bersandar pada kitab-kitab dan lembaran-lembaran, lalu ia mengambil (hadits/ilmu) darinya, dan meriwayatkan darinya, dan menjadikannya sebagai syaikhnya (guru), karena dengan demikian akan banyak kesalahan dan penyimpangannya, karena ini dahulu para ulama mengatakan : jangan engkau mengambil (belajar) al-qur’an dari mushafiy (orang yang belajar dari mushaf, tidak belajar mushaf dari guru), dan jangan belajar hadits dari shohafiy (orang yang belajar hadits dari kitab/lembaran2, tidak belajar hadits dari guru)

٢ المصحفي الذي يأخذ القرآن من المصحف، ولا يتلقى القرآن عن القراء والشيوخ. والصحفي هو الذي يأخذ الحديث من الصحف، ولا يتلقاه عن الشيوخ.
Mushhafiy adalah orang yang mengambil (belajar) al-qur’an dari mushaf dan tidak mentalaqqi al-qur’an dari para ahli qur’an dan syaikh-syaikh. Dan shohafiy adalah orang yang mengambil (belajar) hadits dari lembaran-lembaran (kitab) dan tidak mentalaqqinya dari syaikh-syaikh.
وقال في القاموس ٣/ ١٦٦: “والصحفي: من يخطئ في قراءة الصحيفة”.
Dan dalam kamus, shohafiy : orang yang salah dalam membaca tulisan.
 
Kitab Taisir Mushtholah al-Hadits, Mahmud Thohhan

Maka lihatlah, dari siapa kalian mengambil agama kalian

:::  إنّ هَذَا العِلم دِين
Sesungguhnya ilmu ini adalah agama
فأنظُروا عمّن تأخذون دِينَكُم :::
Maka lihatlah, dari siapa kalian mengambil agama kalian

══════ ❁✿❁ ══════

❍ قَـالَ العلّامـة الفـوزان -حَفظَهُ الله- :
Al-Allamah al – Alfauzan – semoga Alloh menjaganya- mrngatakan :
《 ليست العبرة بالإنتساب أو فيما يظهر !
Bukanlah ibroh dengan keturunan atau dalam sesuatu yang tampak !

⇦ بل العبرة بالحقائق وبعواقب الأمور، والأشخاص الذين ينتسبون إلى الدعوة يجب أن يُنظر فيهم:
Bahkan, ibroh itu adalah dengan melihat kenyataan dan dampaknya terhadap beberapa perkara, dan orang-orang yang mereka menisbahkan untuk berdakwah wajib untuk dilihat dalam pribadi mereka :
● أين درسوا؟
Dimana mereka belajar?
● ومَن أين أخذوا العلم؟
Dari siapa mereka mengambil ilmu?
● وأين نشأوا؟
Dimana mereka tumbuh?
● وما هي عقيدتهم؟
Apa aqidah mereka?
● وتنظر أعمالهم وآثارهم في الناس وماذا أنتجوا من الخير؟
Lihatlah amalan mereka, dan bekasnya di masyarakat, dan apa yang mereka tumbuhkan dari kebaikan?
● وماذا ترتب على أعمالهم من الإصلاح؟
Apa yang tegak diatas amal-amal mereka dari membaikan?
☜ يجب أن تُدرس أحوالُهم قبلَ أن يُغترَّ بأقوالِهم ومظاهرِهم.
Wajib untuk dipelajari keadaan mereka sebelum tertipu dengan ucapan dan penampilan mereka.
هذا أمر لابد منه خصوصاً في هذا الزمان الذي كَثُرَ فيه دعاة الفتنة؛ وقد وصف الرسول ﷺ دعاة الفتنة بأنهم: (من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا!) 》.
Perkara ini adalah keharusan, terkhusus di zaman ini, yang banyak di dalamnya pendakwah-pendakwah fitnah; sungguh Rasul saw telah mensifatkan pendakwah fitnah dengan sesungguhnya mereka : dari kulit kami (orang arab) dan mereka berbicara dengan bahasa kami ! (Bahasa arab)
📚 «الإجابات المهمة» (٤٧-٤٨).

•┈┈┈┈•✿⏬❁⏬✿•┈┈┈┈•
📲 قـناة:
🌸 أحْكَامُ المَرأَةِ المُسْلِمَة 🌸

📮للإشتراك: فقط اضغطوا على الرابـ↙ـط:
[https://telegram.me/joinchat/A_rbRju-Dq9E8g-XwjMxgA]
•┈┈┈┈•✿⏫❁⏫✿•┈┈┈┈•

🔃أُنشرُوهَا فنشَرُ العِلمِ من أَعْظَمِ القُرُبَات

MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI/PENDAPAT

MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI/PENDAPAT

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له .وأشهد أن لا إله إلا الله وحده .لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله
أما بعد

Sesuai dengan judul di atas dalam PEMAPARAN dibawah ini akan dipaparkan pokok-pokok perbahasan yang meliputi:

1) Pengartian Manqul, Musnad, Muttashil dan Ro’yi
2) Wajibnya Manqul dan Haramnya Ro’yi
3) Utamanya/tinggi Ilmu Manqul, Musnad, Muttashil

1. PENGARTIAN MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI
1.1 MANQUL
Manqul dari bahasa arab berasal dari kata Naqola. Manqul secara harfiyah artinya yang dipindahkan. Adapun arti menurut agama Islam adalah belajar mengaji Quran dan Hadis dengan cara berguru atau ilmu Quran dan Hadis yang dimiliki oleh seseorang itu diperoleh melalui proses pemindahan ilmu dari guru ke murid. Adapun sistem manqul ada beberapa macam cara antara lain:-
a) Guru yang membacakan ilmu, murid mendengarkan.
b) Guru sedang mengajar ilmu kepada muridnya kemudian ada orang lain mendengarkannya.
c) Dengan sistem munawalah yaitu guru memberi hak/persetujuan kepada muridnya yang dipandang sudah menguasai ilmu manqul untuk mengerjakan dan mengajarkan ilmu tersebut atau guru berkirim surat yang berisi Al Quran dan atau Hadis kepada muridnya tentang suatu masalah lalu murid membaca dan melaksanakannya.

1.2 MUSNAD
Musnad artinya ilmu yang diberikan itu mempunyai sanad/isnad yang sahih, hasan, dll. Sanad/isnad (berasal dari kata asnada) artinya sandaran, tempat bersandar. Maksudnya mengajarkan (membaca, memberi makna dan menerangkan) Al Quran dan Hadis dengan sandaran guru yang mengajarkan kepadanya, gurunya dari gurunya lagi dan seterusnya. dengan metode demikian maka akan terlihat mana2 riwayat tingkatan keotentikan suatu hadits, seperti: sahih, hasan, gorim dll.

1.3 MUTTASHIL
Muttashil artinya bahwa masing-masing sanad/isnad itu bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Jadi manqul-musnad-muttashil artinya mengaji Al Quran dan Hadis secara langsung seorang atau beberapa orang murid yang menerima dari seorang atau beberapa gurunya tersebut asalnya menerima langsung dari gurunya dan gurunya menerima dari gurunya lagi, sambung bersambung begitu seterusnya tanpa terputus sampai kepada penghimpun Hadis separti Bukhari, Muslim, Nasai, Tirmizi, Abu Daud, Ibnu Majah dll yang telah menulis isnad-isnad mereka mulai dari beliau-beliau (penghimpun Hadis) sampai kepada Rosululloh SAW. Rosululloh bersambung sehingga Jibril dan Jibril daripada Alloh.

1.4 RO’YI
Ro’yi berasal dari kata ro’aa artinya pandangan, pengelihatan, pendapat, maksudnya adalah belajar atau mengkaji Al Quran dan Hadis sendiri tanpa guru, tidak memiliki isnad muttashil atau berguru dari guru yang tidak berisnad atau membaca buku-buku/ kitab-kitab sendiri kerana merasa bisa menafsir bahasa arab sendiri, difaham-fahami sendiri, diangan-angankan sendiri. Sehingga pengamalannya hanya berdasarkan sangkaan belaka/hawa nafsu.

2. WAJIBNYA MANQUL DAN HARAMNYA RO’YI
Menurut aslinya mengkaji atau mempelajari ilmu Al quran dan Hadis itu harus dengan metode manqul-musnad- muttashil dan muhlis kerana Alloh. Kerana penyampaian ilmu Al Quran dan Hadis dengan cara manqul, musnad, muttashil adalah cara yang dipraktikkan oleh Rsululloh SAW, para sahabat, para tabi’in dan ulama-ulama salafusssholihin.
Dari beberapa ayat Al Quran dan Hadis yang telah kita kaji bersama secara manqul kita telah mendapatkan keterangan-keterangan yang jelas bahwa Alloh menurunkan wahyu kepada Rosululloh SAW dengan sistem manqul yaitu dimanqulkan oleh Malaikat jibril secara teori dan praktikal. Misalnya ketika Rosululloh SAW menerima kemanqulan bacaan Al Quran diperingatkan untuk tidak tergesa-gesa menggerakkan lisan-lisannya mendahului Malaikat Jibril tetapi supaya memperhatikan dahulu setelah Malaikat Jibril selesai membacakan Al Quran, lalu Rosululloh SAW baru disuruh mengikuti bacaan tersebut.
Firman Alloh yang bermaksud: “Kamu jangan menggerakkan lisanmu (untuk mendahului Malaikat Jibril dalam membaca Al Quran) kerana tergesa-gesa dengannya. Sesungguhnya atas kami pengumpulan Al Quran dan bacaannya. Maka ketika selesai kami bacakan Al Quran itu maka ikutilah bacaannya kemudian sungguh ada pada kami keterangan Al Quran itu. (Al Qiyaamah 16-19)
Inilah bukti Rosululloh SAW menerima wahyu secara manqul. Contoh lagi ialah pada waktu Alloh menurunkan wahyu pertama kali yaitu surah Al-Alaq, Malaikat Jibril membacakan lafaz iqro, maka Rosululloh SAW juga menirukan lafaz iqro. Contoh lagi ialah pada waktu Alloh menurunkan wahyu tentang waktunya solat. Malaikat Jibril menunjukkan waktunya solat dengan cara mengajak solat bersama setiap waktu solat selama 2 hari berturut-turut yaitu hari pertama dikerjakan waktu awalnya solat dan hari kedua dikerjakan pada waktu akhirnya solat. Setelah itu Rosululloh SAW dan ummatnya disuruh mengerjakan solat pada waktu yang telah ditentukan antara awal dan akhirnya waktu solat.
Para sahabat dan para tabi’in juga menggunakan ilmu manqul. Sufyan bin Uyainah pernah bercerita : Zuhri (perawi hadis) pada suatu hari meriwayatkan sebuah hadis, maka aku berkata ” Ceritakan padaku tidak usah pakai isnad”. Imam Zuhri menjawab: “Apakah engkau bisa naik loteng tanpa naik tangga?”.
Imam Tsaury berkata: “Isnad itu senjata orang mukmin”
Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Mencari isnad yang luhur itu sunnah orang dahulu kerana sesungguhnya teman-teman Abdullah itu berangkat dari Kufah menuju Madinah, mereka belajar dari Umar dan mendengarkan beliau”. Jadi orang dahulupun mencari ilmu pada orang yang berguru.
Ibnu Mubarak (perawi hadis) berkata di dalam mukadimmah Hadis Riwayat Muslim
“Dari Ahli Marwa berkata, saya mendengar Abdan bin Usman berkata, saya mendengar dari Abdullah bin Mubarak ia berkata “Isnad itu termasuk (bagian dari) agama dan seandainya tidak ada isnad maka orang akan berkata (masalah agama) sesuka hatinya”

Imam Hakim dan lain-lainnya meriwayatkan dari Mathor al Waroq mengenai firman Alloh:
“… datanglah kepadaku dengan kitab sebelum ini atau atsar/labet/isnad dari ilmu jika kamu sekelian orang-orang yang benar” (Surah Al-Ahqaaf :4)
Dia berkata: “Atsarotin adalah isnadul Hadis”
Muhammad bin As Syafie yang menyusun kitab Hadis Musnad Syafie beliau mempelajari kitab Hadis Muwatta’ yang disusun oleh Imam Malik. Beliau hafal di dalam kepala seluruh isi kitab Muwatta’ tersebut dan faham isinya. Mengingatkan wajibnya manqul maka Imam Abu Idris As Syafie memerlukan datang ke Madinah semata-mata untuk menemui Imam Malik dan mengesahkan ilmunya dengan cara manqul langsung, Imam As Syafie membaca kitab Muwatta’ secara hafalan dan Imam Malik diam mendengarkannya.
Di dalam Hadis Bukhari diriwayatkan : Jabir bin Abdillah merantau sejauh perjalanan satu bulan menemui Abdullah bin Unais hanya untuk mendapatkan satu Hadis Sahaja. Ini menunjukkan wajibnya manqul.
Mengkaji Al Quran dan Hadis dengan cara manqul, musnad, muttashil bukan sekadar methode/cara tetapi hukumnya “WAJIB”
“Kamu mendengarkan dan akan didengarkan dan orang yang telah mendengar dari kamu akan didengar pula.” (Riwayat Abu Daud)
“Dari sahabat Jundab ia berkata: Rosululloh SAW telah bersabda: Barang siapa yang mengucapkan (menerangkan) kitab Alloh yang Maha Mulia dan Maha Agung dengan ro’yu/pendapatnya (secara tidak manqul), walaupun benar maka sungguh ia telah salah” (Riwayat Abu Daud). Sedangkan mengkaji Al Quran dan Hadis tanpa manqul atau Ro’yi dilarang dalam agama Islam dan diancam dimasukkan ke dalam neraka. Berarti hukumnya “HARAM” berdasarkan dalil
“Dari Ibnu Abbas r.a berkata bahwa Rosululloh SAW bersabda “Barang siapa membaca Al Quran tanpa ilmu (tidak sanad/isnad/manqul) maka hendaklah menempati tempat duduknya di Neraka” (Riwayat At Tirmizi)

3. TINGGINYA (KEUTAMAAN) ILMU MANQUL
Dengan demikian praktik dalam menetapi Al Quran Hadis secara jama’ah ini yang kita junjung tinggi ini berdasarkan dalil-dalil haq dalam Al Quran dan Hadis dan secara kenyataannya Alloh memberikan nilai yang tinggi di antaranya:

3.1 ILMU MANQUL MENGESAHKAN AMALAN
Dengan ilmu manqul amal ibadah seseorang menjadi sah, diterima oleh Alloh, diberi pahala oleh Alloh, dimasukkan syurga. Tetapi tanpa manqul atau ro’yi ibadah seseorang tidak sah, tidak diterima oleh Alloh, tidak mendapat pahala bahkan dimasukkan ke dalam Neraka berdasarkan dalil:
Firman Alloh yang bermaksud: “Dan janganlah kamu mengatakan/mengerjakan pada apa-apa yang tidak ada ilmu bagimu (sanad/isnad/ilmu manqul). Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanya itu akan ditanya/diurus oleh Alloh (Surah Al Isra’:36)
“Dari sahabat Jundab ia berkata: Rosululloh SAW telah bersabda: Barang siapa yang mengucapkan(menerangkan) kitab Alloh yang Maha Mulia dan Maha Agung dengan pendapatnya(secara tidak bersanad/isnad/ manqul), walaupun benar maka sungguh ia telah salah” (Riwayat Abu Daud)

Orang yang mangaji Al Quran dan Hadis dengan ro’yi (tidak manqul) sama halnya dengan orang yang menggunakan mata uang asli tetapi dengan cara yang tidak sah. Umpamanya uang itu hasil curian atau separti masuk rumah orang lain tanpa izin pemiliknya atau masuk rumah tidak melalui pintu atau merosakkan pintu.

3.2 ILMU MANQUL MENJAGA KEMURNIAN AGAMA
Kemurnian agama Islam dapat dijaga dengan cara manqul-musnad-muttashil kerana kita mengatakan, mengamalkan Al Quran dan Hadis ada sandarannya/sanadnya/silsilahnya yang sambung-bersambung sampai Rosululloh SAW tanpa berani menambah, mengurangi atau mencampur dengan pendapat sendiri, angan-angan sendiri, menafsirkan sendiri, otak-atik sendiri. Sehingga ilmu Al Quran dan Hadis tetap terjaga kemurniannya. Jika kita berani menambah, mengurangi atau mencampuri Al Quran dan Hadis di luar ilmu yang telah dikaji berdasarkan sanad periwayatan/ kemanqulannya diancam dimasukkan ke dalam Neraka.
Berdasarkan sabda Rosululloh SAW yang bermaksud: “Takutlah kamu pada Hadis dariku kecuali apa-apa yang kamu ketahui. Barang siapa yang dusta atasku dengan sengaja (hadis bukan dari Nabi dikatakan dari Nabi atau dari Nabi dikatakan bukan dari Nabi) maka hendaklah menempati tempat duduknya di Neraka dan barang siapa yang mengatakan tentang Al Quran dengan pendapatnya sendiri (bid’ah, taqlid, takhoyul, syirik, khurofat, dll) maka hendaklah menempati tempat duduknya di Neraka” (Riwayat at Tirmizi)
Terjaganya kemurnian agama Islam dengan cara manqul-musnad-muttashil jauh dari bid’ah, syirik, khurafat, tahyul dan lainnya dapat digambarkan sebagaimana air gunung yang jernih, bersih, sejuk dan terasa segar bagi sesiapa sahaja yang minum di tempat sumbernya (mata airnya). Jika ada orang yang ingin merasakan (minum) air itu jauh dari sumbernya/tempat mata iarnya maka harus melihat kepada saluran apa air datang ke situ.
Kalau saluran itu berupa sungai yang terbuka tidak terjaga maka automatik rasanya akan berubah bahkan bisa menjadi racun kerana banyak orang yang membuang kotoran, toksid, sisa rumah tangga, sisa industri, sampah ke sungai itu, sehingga sungai itu tercemar. Tetapi jika saluran air itu melalui pipa yang baik dan kuat serta terjaga rapi meskipun jauh dari sumbernya. Bahkan walaupun di dalam tandas-tandas sekalipun, air yang keluar daripada pipa akan tetap sama dengan di tempat-tempat lain sama ada di dalam kota atau di kampung-kampung, maka rasa air yang keluar dari paip akan sama segarnya dan sama bersihnya dengan air ditempat sumbernya.
Ilmu digambarkan air, sumber mata air menggambarkan asalnya ilmu yaitu dari Alloh dan Rosululloh SAW. Sedangkan paip yang baik dan kuat digambarkan sebagai isnadnya. Inilah gambarannya!

3.3 ILMU MANQUL MUDAH DIFAHAMI DALAM WAKTU YANG SINGKAT
Dengan sistem manqul ilmu Al Quran dan Hadis akan mudah untuk difahami dalam waktu yang relatif singkat, tidak berpusing-pusing/berbelit-belit sehingga kita segera dapat mengamalkannya dengan benar dan sah. Sebagaimana keterangan-keterangan yang kita terima dari para mubalik, bahwa syaikh Nurhassan Al Ubaidah pada waktu mengaji secara manqul di tanah Hijjaz Mekah Al Mukarramah-Madinah hanya memerlukan waktu 10 tahun sahaja. Alhamdulillah atas kuruniaan Alloh dalam waktu 10 tahun itu beliau dapat menerima kemanqulan Al Quran 30 juz bacaan, makna dan keterangan dengan ilmu alatnya, Qiro’atussab’a (21 macam bacaan) dan dapat menamatkan kitab-kitab hadis yang kesemuanya berjumlah 49 Kitab Hadis, semua itu dengan cara manqul dan beliau benar-benar faham terhadap Al Quran dan Hadis yang diterima secara manqul.
Setelah pulang dari Mekah, beliau terus amar makruf kepada sanak saudara, handai taulan, sahabat-sahabatnya, kenalannya dan siapa sahaja untuk diajak menetapi agama Islam yang haq berdasarkan Al Quran dan Hadis secara berjama’ah. Mereka ada yang bergabung dan ada yang menolak juga ada yang merintangi/menentang tetapi beliau tidak jatuh mental/takut, tetap bersemangat dalam amar makruf dengan bermacam-macam cara, di antaranya beliau selalu mengadakan pengajian khataman/asrama Al Quran dan Hadis secara manqul-musnad-muttashil dan tempat pengajiannya berpindah-pindah. Dalam waktu kurang lebih satu bulan setiap khataman/asrama bisa mengkhatamkan Al Quran 30juz bacaan, makna dan keterangan secara jelas, dan mudah difahami sehingga para peserta khataman pulang dari pengajian merasa puas, senang, gembira dan mantap.
Sampai sekarang kita terus menerus melaksanakan pengajian-pengajian Al Quran dan Hadis dengan sistem manqul-musnad-muttashil sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat memahami Al Quran dan Hadis dengan mudah. Separti pengajian khataman/asrama di pondok-pondok, daerah-daerah pada bulan Ramadhan atau waktu lainya dalam waktu kurang dari satu bulan Al Quran 30juz bacaan, makna, keterangan dapat dikhatamkan atau 12 Kitab himpunan Hadis Nabi dapat dikhatamkan dalam waktu kurang lebih satu bulan. Contoh lagi ialah pengajian Hadis-Hadis Besar separti Sahih Bukhari, Sunan Nasa’I, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmizi dan lainnya dalam waktu kurang lebih 15 hari satu juz dapat dikhatamkan.
Dengan cara manqul pengkajian dan pemahaman terhadap isi Al Quran dan Hadis jadi mudah, jelas, cepat dan tepat kerana ada yang menuntun dan membimbing secara langsung. Sebagai contoh mudah, jelas dan tepatnya dalam menerima Al Quran dan Hadis secara manqul digambarkan separti orang yang disuruh mengambil jarum. Orang yang menyuruh menjelaskan: “Ambilkan jarum, jarumnya berada di dalam almari pakaian yang ada di kamar tidur paling utara, kunci almari ada di atasnya, bukalah almari pakaian itu dan carilah jarum itu pada rak yang paling bawah di situ ada bungkusan kain warna hijau, jadi di situlah letaknya jarum”. Orang yang menerima perintah itu dengan sendirinya akan dengan mudah, cepat dan tepat untuk mengambil jarum yang dimaksudkan.
Sedangkan bagi orang yang tidak manqul digambarkan separti orang yang disuruh mengambil jarum dalam almari tersebut belum sampai dijelaskan/dimanquli dia langsung terus mencari sendiri padahal dalam rumah itu kamarnya banyak almari, pakainnya banyak dan dikunci, maka orang tersebut tidak bisa menemukan jarum yang dimaksudkan, seandainya bisa menemukan, itu hanya suatu kebetulan atau setelah bersusah payah membongkar/menyelongkar seluruh isi rumah.

3.4 ILMU MANQUL MEMPUNYAI KEHEBATAN, WIBAWA, GUNA, JAYA, MULIA
Alloh memberikan “Kehebatan, Wibawa, Guna, Jaya dan Mulia” kepada ilmu manqul. Hanya ilmu Al Quran dan Hadis yang diajar secara manqul-musnad-muttashil yang dapat menumbuhkan keimanan, ketakwaan, kejayaan, kemenangan dan kemuliaan (berupa Syurga).
Kita kembali kepada sejarah perjuangan lampau, Guru/Syaikh Nurhassan Al Ubaidah kita, dalam amar makruf menyampaikan agama Islam yang haq ini dengan berbagai macam cara di antaranya beliau pernah mendatangi atau mengumpulkan beberapa ulama diajak kepada kebenaran kerana yang mereka amalkan selama ini dilihat dari segi AlQoran & AlHadits tidak cocok/sesuai yang sebenarnya, kerana mereka tidak mahu, mereka diajak dialog, jika mereka dapat mengalahkan dengan dasar Al Quran dan Hadis beliau sanggup di perbuat apa sahaja.
Perdebatan yang pernah beliau hadiri salah satunya terjadi pada tahun 1952 bertempat di rumah Ketua Kampung. Perdebatan itu dihadiri oleh lebih kurang 35 orang guru pondok dan umat Islam lebih kurang 1,000 orang dari sekitar kampung. Masalah yang diperdebatkan di antaranya masalah beduk, kentongan, kenduri /doa selamat orang mati, usholi dsb ditinjau dari hukum Islam sebenarnya(ilmu manqul) bahkan mereka disuruh bertanya apa sahaja tentang Islam, semua pertanyaan mereka dijawab berdasarkan Al Quran dan Hadis. Dan mereka tidak dapat menyalahkan jawapan beliau. Hal itu menunjukkan sebahagian contoh bahwa Alloh memberikan “kehebatan, wibawa” dan “jaya”(kemenangan) pada ilmu manqul.

Dengan ilmu secara manqul-musnad-muttashil Alloh memberikan “guna” (manfaat). Dengan cara manqul-musnad-muttashil seseorang akan mempunyai keimanan yang kuat, kukuh, tidak mudah terpengaruh dan imannya separti akar pohon yang kuat dan rimbun daunnya, serta berbuah tanpa mengenal musim. Iman dan takwanya selalu nampak di mana sahaja dan dalam keadaan apa sahaja, separti telah digambarkan oleh Alloh dalam Surah Ibrohim: 24-25
“Apakah kamu belum tahu (Muhammad) bagaimana Alloh membuat gambaran kalimat yang baik(kalimat yang menunjukkan haq, kalimat tauhid, Al Quran), kalimat yang baik separti pohon yang baik, akarnya kuat, daunnya rimbun dan berbuah setiap musim dengan izin Tuhannya. Demikian Alloh membuat gambaran untuk manusia supaya mereka ingat” Sebaliknya orang yang mengkaji Al Quran dan Hadis dengan tidak manqul, musnad, muttashil, tidak dapat memberi “Guna”(manfaat). Meskipun ilmunya banyak, peribadinya tidak dapat mengamalkan, Alloh menggambarkan dalam Surah Ibrahim:26
“Dan gambaran kalimat yang jelek/buruk (kalimat yang batil, kalimat yang sesat) sebagaimana pohon yang tidak kuat, mudah tumbang dari atas bumi”

Kesimpulan

• Kita wajib bersyukur kepada Alloh yang telah memberi hidayah kepada kita semua, sehingga kita redha menerima Agama Islam secara murni, sistem pengambilan ilmu secara murni (manqul-musnad-muttashil) dan pengamalannya juga murni (tidak dicampuri dengan bid’ah Hassanah/dolala (kulu bid’ahtidolala), syirik, khurafat, tahyul, jin-jinan dan lainnya).

• Menurut aslinya mengkaji Al Quran dan Hadis itu harus dengan manqul-musnad-muttashil yaitu cara yang telah dipraktikkan oleh Rosululloh SAW, sahabat, para tabi’in dan ulama-ulama sholihin.

• Mengkaji Al Quran dan Hadis dengan cara manqul-musnad-muttashil hukumnya “WAJIB”, sedangkan dengan cara tanpa manqul/ro’yi dilarang dalam agama, hukumnya “HARAM”.

• Alloh memberikan ilmu manqul-musnad-muttashil adalah ilmu yang tinggi nilainya antaranya:

a) Mengesahkan pengamalan

b) Menjaga kemurnian keaslian Agama Islam

c) Mudah difahami dalam waktu yang relatif singkat

d) Memberikan “HEBAT, WIBAWA,GUNA(manfaat),JAYA” (kemenangan / kejayaan) “MULIA”(dunia akhirat)

e) Mengagungkan terhadap ilmu secara manqul adalah menganggap ilmu secara manqul merupakan ilmu yang paling tinggi (ilmu sejagad). Maka kita harus menganggap ilmu manqul adalah ilmu yang utama, tidak bisa dianggap remeh. Sesuai dengan sabda Rosululloh SAW yang bermaksud: “Barang siapa yang membaca dan memahamai Al Quran (secara Manqul) kemudian ia berpendapat bahwa ada seseorang yang diberi lebih utama daripada yang telah diberikan kepadanya. berarti dia mengagungkan apa-apa yang Allah meremehkan dan meremehkan apa-apa yang Alloh mengagungkan” (Riwayat Al Tabrani dari Tafsir Ibnu Katsir)

f) Mengingat utamanya ilmu secara manqul-musnad-muttashil maka ilmu tersebut harus kita jaga, pertahankan kemurniannya serta kita sebar-luaskan secara terus-menerus, sambung-bersambung, turun-temurun illa yaumil qiyamah.

Semoga Alloh Memberikan Kita HidayahNya Sampai Tutup Usia Kita dalam Naungan Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan Kebarokahan Alloh di Setiap Detik Perjalanan Hidup Kita… Amiiin…

Dasar Wajibnya Mempelajari al-Qur’an (Dasar dari Fatwa Ulama)

Disamping al-qur’an dan al-hadits yang menjadi dasar wajibnya mempelajari al-qur’an, para ulama’ pun memberikan pendapatnya mengenai pentingnya pengajaran al-qur’an.

1)   Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun dalam mukadimahnya menjelaskan bahwa pembelajaran Al-Qur’an merupakan pondasi utama bagi pengajaran seluruh kurikulum, sebab Al-Qur’an merupakan salah satu syiar agama yang menguatkan aqidah dan mengokokohkan keimanan. اعْلَمْ أَنَّ تَعْلِيمَ الْوِلْدَانِ لِلْقُرْآنِ شِعَارٌ مِنْ شَعَائِرِ الدِّينِ، أَخَذَ بِهِ أَهْلُ الْمِلَّةِ وَدَرَجُوْا عَلَيْهِ فِي جَمِيْعِ أَمْصَارِهِمْ، لِمَا يَسْبِقُ فِيْهِ إِلَى الْقُلُوبِ مِنْ رُسُوْخِ الإِيْمَانِ وَعَقَائِدِهِ مِنْ آيَاتِ الْقُرْآنِ وَبَعْضِ مُتُوْنِ الأَحَادِيْثِ[1] Artinya : Ketahuilah sesungguhnya mengajari anak-anak kecil al-qur’an adalah syi’ar, termasuk syi’ar-syi’ar agama, ahli Agama mengambil (mempelajari) al-qur’an dan (kemudian) mereka mengajarkannya di kesemua negara mereka karena al-qur’an mendahulukan pada hati dari tetapnya iman dan pemahaman-pemahamannya dari ayat-ayat al-qur’an dan sebagian matan-matan hadits.

2)   Ibnu Sina

Ibnu Sina dalam al-siyasah menasehatkan agar dalam mengajar anak dimulai dengan pembelajaran Al-Qur’an.

3)       Jalâluddîn as-Suyûthî

Dalam kitabnya, Imam as-Suyûthî mengatakan bahwa menghafal al-qur`an hukumya fardhu ‘ain, yaitu agar kemutawatirannya tidak terputus, sehingga tidak ada jalan untuk mengganti dan mentahrif al-qur`an. Sedangkan mengajarkannya adalah fardhu kifayah, dan itu lebih utamanya taqorrub.[2]

4)       Imam al-Ghozâli

Diwasiatkan oleh Al-Ghozali, yaitu supaya anak-anak diajarkan Al-Qur’an, sejarah kehidupan orang-orang besar (terdahulu ) kemudian beberapa hukum agama dan sajak yang tidak menyebut soal cinta dan pelakunya. Dari pendapat para ulama tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Al-Qur’an merupakan prioritas utama dan wajib untuk dipelajari dan diajarkan kembali.   [1] Ibn Khaldûn, Muqoddimah Ibn Kholdûn, (http://www.alwarraq.com) [2]As-Suyûthî, Jalâluddîn, Al-Itqôn fî ‘Ulûm al-Qur`an, (http://www.alwarraq.com)